Masalah yang kita hadapi sangat terkait sekali dengan iman yang kita miliki. Kedua hal ini tidak dapat dipisahkan. Tanpa adanya masalah, kita tidak akan pernah mengetahui seberapa besar atau seberapa kecil iman yang kita miliki.
Pada saat kita merasa damai (tidak ada masalah), kita sebagai orang Kristen dapat berkata bahwa iman yang kita miliki sangat besar. Walau apapun yang terjadi, kita akan tetap setia mengikut Yesus. Sehingga tidak jarang, banyak orang Kristen yang mulai membanding-bandingkan iman yang satu dengan yang lain ketika kehidupannya mulai merasa damai (Tidak ada masalah). Hal ini terjadi karena masalah belum datang.
Tetapi saat masalah mulai datang, apakah kita akan tetap bisa berkata bahwa iman yang kita miliki sangat besar seperti disaat kita merasa damai (Tidak ada masalah) ? Masalah yang datang itulah yang akan menjawabnya.
Kita bisa melihat contoh di dalam Alkitab yaitu Simon Petrus . Pada saat Simon Petrus merasa damai (Tidak ada masalah), dia bisa berkata: “Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak.” (Matius 26:33). Pada saat perasaan damai (Tidak ada masalah) mulai dirasakan Simon Petrus, Simon Petrus dapat berkata bahwa imannya sangat besar. Dan dia mulai membanding-bandingkan iman yang satu dengan yang lain. Simon Petrus merasa bahwa iman yang dimilikinya lebih besar, dibandingkan dengan iman yang dimiliki oleh orang lain.
Inilah yang banyak terjadi diantara kita sebagai orang Kristen yang hidupnya mulai merasakan kedamaian (Tidak ada masalah). Masa damai (Tidak ada masalah) adalah masa yang sangat rawan bagi kita. Karena pada masa damai (Tidak ada masalah) inilah kita mulai membanding-bandingkan iman yang kita miliki dengan iman yang dimiliki oleh orang lain. Dan tentu saja kita akan merasa bahwa iman yang kita miliki lebih besar dibandingkan dengan iman yang dimiliki oleh orang lain.
Tetapi apa yang terjadi dengan Simon Petrus di saat masalah mulai datang ? Ternyata Simon Petrus sama sekali tidak memiliki iman yang teguh di dalam Yesus. Dan ini sangat tidak sesuai dengan pengakuan imannya disaat merasakan kedamaian (Tidak ada masalah). Hal ini terbukti dengan kisah penyangkalannya terhadap Yesus (Matius 26:69-75).
26:69 Sementara itu Petrus duduk di luar di halaman. Maka datanglah seorang hamba perempuan kepadanya, katanya: "Engkau juga selalu bersama-sama dengan Yesus, orang Galilea itu."
26:70 Tetapi ia menyangkalnya di depan semua orang, katanya: "Aku tidak tahu, apa yang engkau maksud."
26:71 Ketika ia pergi ke pintu gerbang, seorang hamba lain melihat dia dan berkata kepada orang-orang yang ada di situ: "Orang ini bersama-sama dengan Yesus, orang Nazaret itu."
26:72 Dan ia menyangkalnya pula dengan bersumpah: "Aku tidak kenal orang itu."
26:73 Tidak lama kemudian orang-orang yang ada di situ datang kepada Petrus dan berkata: "Pasti engkau juga salah seorang dari mereka, itu nyata dari bahasamu."
26:74 Maka mulailah Petrus mengutuk dan bersumpah: "Aku tidak kenal orang itu." Dan pada saat itu berkokoklah ayam.
26:75 Maka teringatlah Petrus akan apa yang dikatakan Yesus kepadanya: "Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya.
Padahal kalau kita mau telusuri lebih dalam lagi tentang kisah penyangkalan Simon Petrus, kita dapat melihat bahwa masalah yang diperhadapkan kepada Simon Petrus belum dirasakan oleh Simon Petrus. Simon Petrus hanya sebatas melihat masalah (Yohanes 18:12-27). Silahkan klik di sini
Dan disinilah kita bisa melihat iman yang berbeda di saat Simon Petrus merasakan kedamaian (Tidak ada masalah), dengan iman di saat datangnya masalah.
Dari kisah Simon Petrus diatas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa iman di saat kita merasa damai (Tidak ada masalah) adalah iman yang semu. Kita tidak dapat mengetahui seberapa besar atau seberapa kecil iman yang kita miliki. Tetapi iman di saat kita menghadapi masalah, itulah iman kita yang sebenarnya. Di saat kita merasa damai (Tidak ada masalah), kita mungkin merasa bahwa iman yang kita miliki adalah iman yang terbesar dibandingkan dengan iman yang dimilki oleh orang lain. Tetapi kita jangan mengukurnya dengan perasaan kita sendiri. Kita harus mengukurnya dengan bukti di lapangan. Yaitu melalui masalah yang kita hadapi.
Karena itu di dalam Roma 5:3-5 sudah dikatakan bahwa kita harus bersyukur dan bangga karena masalah yang kita hadapi.
5:3 Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan,
5:4 dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan.
5:5 Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.
Kenapa? Karena dengan adanya masalah itulah, kita mempunyai kesempatan untuk mengetahui seberapa besar dan seberapa kecil iman kita yang sebenarnya. Jangan pernah tolak masalah. Karena semakin banyak masalah, semakin banyak kesempatan bagi kita untuk melihat pertumbuhan iman kita. Semakin maju atau semakin mundur.
Kisah yang harus kita contoh di dalam Alkitab yaitu kisah Ayub. Di masa damai (Tidak ada masalah) dan di masa datangnya masalah, iman Ayub tidak mundur atau kendor sedikitpun. Bahkan dengan adanya masalah, imannya semakin meningkat. Masalah bukan akhir dari segalanya. Masalah bukan berarti bahwa Tuhan meninggalkan kita. Justru dengan adanya masalah, membuktikan bahwa Tuhan masih sayang kepada kita. Tuhan masih memberikan kesempatan kepada kita untuk mengetahui seberapa besar atau seberapa kecil iman kita. Dan dengan adanya masalah, itulah kesempatan bagi kita untuk meningkatkan iman kita. Seperti yang dapat kita baca di dalam kisah Ayub.
__________________
GBU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar